Aulia, Elma (2018) PERSYARATAN CALON KEPALA DAERAH DI PROVINSI ACEH YANG BERSTATUS MANTAN NARAPIDANA ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUU-XIV/2016). Diploma thesis, Universitas YARSI.
Text
2. COVER.pdf Download (39kB) |
||
Text
5. HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI.pdf Download (179kB) |
||
Text
8. ABSTRAK.pdf Download (171kB) |
||
Text
11. BAB I.pdf Download (320kB) |
||
Text
16. DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (242kB) |
||
Text
12. BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (337kB) |
||
Text
13. BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (253kB) |
||
Text
14. BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (456kB) |
||
Text
15. BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (91kB) |
||
|
Text
4. LEMBAR ORISINALITAS SKRIPSI.pdf Download (531kB) | Preview |
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persyaratan calon kepala daerah di Provinsi Aceh yang berstatus mantan narapidana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan masalah yang akan digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan dan studi kasus dengan melakukan penelitian terhadap asas-asas hukum kemudian melihat bagaimana dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUUXIV/ 2016 yang membatalkan Undang-Undang Aceh Pasal 7 huruf g tahun 2006 yang mengatur persyaratan calon kepala daerah mantan narapidana. Hasil penelitian menunjukkan pengaturan persyaratan bagi calon kepala daerah yang berstatus mantan narapidana sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, pada umumnya bahwa mantan narapidana bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah jika mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. Sedangkan pengaturan secara khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Aceh, seorang mantan narapidana tidak bisa mencalonkan sebagai kepala daerah di Provinsi Aceh jika pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali tindak pidana makar atau politik yang telah mendapat amnesti/rehabilitasi. Dalam perkara nomor 51/PUU-XIV/2016, bahwa pertimbangan Mahkamah Konstitusi mengenai pelarangan warga negara yang telah menjalani masa pidana untuk kejahatan yang ancaman pidananya adalah lebih dari dan sama dengan lima tahun sudah sangat tepat. Pertama, perkara nomor 42/PUU-XIII/2015 menjadi lex generalis untuk perkara pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, Mahkamah Konstitusi telah memberikan kepastian hukum untuk pengaturan mengenai persyaratan bagi mantan narapidana termaksud di setiap provinsi di Indonesia. Kedua, Mahkamah Konstitusi memperhatikan jenis-jenis pemidanaan yang diatur di KUHP, Mahkamah Konstitusi dengan tepat menilai bahwa substansi Pasal 67 ayat (2) huruf g merupakan bentuk pengurangan atas hak kehormatan, yang mana dalam Pasal 10 KUHP pencabutan hak politik diputuskan oleh badan peradilan bukan dengan produk peraturan perundang-undangan. Dalam Islam seorang mantan narapidana yang sudah bertaubat dianggap menjadi orang baik, sehingga seseorang berhak untuk mengajukan atau mencalonkan diri sebagai pemimpin atau kepala daerah.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Additional Information: | S-568-FH |
Uncontrolled Keywords: | Calon Kepala Daerah, Provinsi Aceh, Mantan Narapidana |
Subjects: | K Law > K Law (General) L Education > L Education (General) |
Depositing User: | Unnamed user with email admin@yarsi.ac.id |
Date Deposited: | 09 Feb 2021 02:32 |
Last Modified: | 23 Mar 2022 04:28 |
URI: | http://digilib.yarsi.ac.id/id/eprint/6640 |
Actions (login required)
View Item |