Mubarok, M. Iqbal (2019) PERGESERAN KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 36/PUU-XV/2017. Diploma thesis, Universitas YARSI.
Text
1. HALAMAN JUDUL.pdf Download (118kB) |
||
Text
5. HALAMAN PENGESAHAN TIM.pdf Download (317kB) |
||
Text
8. ABSTRAK.pdf Download (203kB) |
||
Text
10. BAB I.pdf Download (251kB) |
||
Text
11. BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (327kB) |
||
Text
12. BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (272kB) |
||
Text
13. BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (506kB) |
||
Text
14. BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (93kB) |
||
Text
15. DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (223kB) |
||
|
Text
3. PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI.pdf Download (345kB) | Preview |
Abstract
Pada tahun 2006, MK telah menempatkan posisi KPK dalam sistem ketatanegaraan sebagai lembaga yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman (yudikatif) melalui putusan MK No. 012-016-019/PUU-IV/2006. Sedangkan satu dekade setelahnya, MK justru telah menempatkan KPK sebagai lembaga eksekutif khusus yang menjalankan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi, sehingga bisa menjadi objek hak angket DPR melalui putusan MK No. 36/PUU-XV/2017. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini, yaitu: Bagaimana pergeseran kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam struktur ketatanegaraan pasca putusan Mahkamah Konstitusi; Bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 36/PUU-XV/2017; serta Bagaimana pandangan Islam mengenai pergerseran kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam struktur ketatanegaraan pasca putusan Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu: KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang diberikan kewenangan yang kuat bukan berada di luar sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam sistem ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam UUD 1945. KPK juga tidak mengambil alih kewenangan lembaga lain, melainkan diberi atau mendapat kewenangan dari pembuat UU sebagai bagian dari upaya melaksanakan perintah UUD 1945 di bidang penegakan hukum, peradilan, dan kekuasaan kehakiman. Hakim konstitusi dalam putusannya No. 36/PUU-XV/2017 dan No. 40/PUU-XV/2017 justru semakin menjauh dari kewajiban konstitusional-nya sebagai the sole of the interpretator of constitution, karena gagal dalam menemukan original intent dan gagal menjadi sebagai the guardian’s of constitution dalam menjalankan kewenangan mahkotanya yakni judicial review, karena Mahkamah Konstitusi mendudukkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai “keluarga” eksekutif dengan konstruksi logika kontradiksi dalam bangunan argumentasinya sendiri dengan menggunakan dalil fungsi yudisial sebagai eksekutif dan disisi lainnya juga digunakan dalil fungsi yudisial sebagai eksekutif tidak dapat diangket oleh DPR. Menurut pandangan Islam, dalam hubungannya dengan fungsi eksekutif, bahwa dalam suatu Negara Islam, tujuan sebenarnya dari lembaga eksekutif adalah untuk menegakkan pedoman-pedoman Tuhan yang disampaikan melalui Al-Quran dan Al-Sunnah serta untuk menyiapkan masyarakat agar mengakui dan menganut pedoman-pedoman ini untuk dijalankan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karakteristik lembaga eksekutif suatu negara muslim inilah yang membedakannya dari lembaga eksekutif negara non-Muslim. Kata Kunci : Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Additional Information: | S-550-FH |
Uncontrolled Keywords: | Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Depositing User: | Unnamed user with email admin@yarsi.ac.id |
Date Deposited: | 09 Feb 2021 02:32 |
Last Modified: | 12 Apr 2022 02:04 |
URI: | http://digilib.yarsi.ac.id/id/eprint/6657 |
Actions (login required)
View Item |